25 Juli 2009

Perawat Puskesmas antara Kebijakan dan Praktik perawatan

Pengalaman seminggu ini mengajak saya untuk menulis Perawat Puskesmas antara Kebijakan dan Praktik, setelah melihat realita pelayanan dan kondisi kesehatan masyarakat di lapangan. Banyaknya Program Puskesmas menjadikan pertanyaan saya. Apa yang sudah di perbuat ? Apalagi teringat kawan saya seorang Perawat di Puskesmas yang mengatakan bahwa tugas pencapaian target dalam program, membebankanya untuk melaksankaan praktik sebagai seorang perawat.
Penulis mencoba mengungkapkan pendapat bahwa ternyata tenaga perawat di Puskesmas sebetulnya melakukan tugas yang tidak sesuai dengan bidangnya, ada perbedaan antara teori dan praktik perawatan di Puskesmas, seperti yang diungkapkan rekan saya diatas.

Dalam peraturan perundang-undangan di Indoneisa di kenal dengan UUK No. 23 tahun 1992yang diberlakukan. Istilah Perawat tidak tersirat dalam undang-undang tersebut, dan muncul kata ’tenaga kesehatan’ sebagai mana yang tertulis pada bab 1
”setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu melakukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.
Dari kalimat diatas tidak tegas kewenangan apa yang dimiliki seorang perawat, kemudian dalam Kepmenkes 1239 tahun 2001 pada bab 4 (15) disebutkan bahwa kewenangan perawat untuk
”...melaksanakan asuhan keperawatan ...” pada poin lain disebutkan juga bahwa
”...pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter.”
Inilah sebagai alasan kenapa pendapat penulis tentang tugas perawat puskesmas yang tidak sesuai. Tugas kuratif perawat mestinya diberikan dalam kondisi darurat, dalam situasi gawat darurat perawat dapat memberikan pertolongan pertama jika dokter tidak ditempat.

Menurut buku Pedoman Depkes (1990) dan sesuai dengan petunjuk Badan Kesehatan Dunia (WHO), tugas perawat dibagi dalam empat macam : (1) tugas administratif, (2) tugas edukatif, (3) tugas promotif, (4) tugas eksekutif. Tugas administratif sangat banyak menyita waktu bagi perawat puskesmas, karena tugas ini digunakan untuk keperluan puskesmas dan angka kridit. Tugas edukatif berkaitan dengan penyuluhan kesehatan dan tugas ini berkaitan dengan tugas promotif. Kemudian penulis mencoba menanyakan kepada Masyarakat tentang tugas tersebut, menurut masayarakat petugas puskesmas sangat jarang berkunjung kalaupun ada ketika keluarga mempunyai masalah kesehatan seperti anggota keluarga mengalami gizi buruk atau penderita TB, berarti tugas ini lebih untuk memberikan laporan dan kuratif dibanding upaya promotif. Kenapa demikian ? Penulis juga menanyakan kepada petugas kesehatan: menurut perawat puskesmas perbandingan Masyarakat dengan petugas kesehatan(perawat) tidak seimbang. Perbandingan perawat dengan masyarakat sekitar kurang dari 40/100.000 penduduk, (hitungan penulis) ditambah kesibukan laporan yang notabennya adalah tugas administratif. Tugas eksekutif adalah melakukan perawatan kesehatan masyarakat yaitu melakukan kunjungan rumah untuk memberikan penyuluhan pada pasien dan keluarga.

Seminggu ini saya lihat Perawat puskesmas biasanya aktif dalam BP, puskesmas keliling, dan puskesmas pembantu. Jelas dalam tugas tersebut perawat ,melakukan pemeriksaan pasien, mendiagnosa pasien, melakukan pengobatan pada pasien dengan membuat resep pada pasien. Dan ketika melakukan tugas tersebut dalam satu mingggu ini tidak ada supervisi dari siapapun, khususnya penanggung jawab dalam tindakan pengobatan / medis. Kenapa demikaian ? apakah dokter puskesmas tidak ada ?
Tenaga perawat seolah-olah tidak menghargai kegiatan-kegitan formalnya sendiri, karena mungkin tugas kuratif lebih penting. Hal ini berdampak kepada status kesehatan masyarakat, status gizi, penyakit infeksi menular dan mungkin upaya kesehatan ibu dan anak tidak mendapatkan porsi yang sesuai sehingga berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat.
Kalaulah memang tugas tenaga kesehatan di Puskesmas lebih banyak ke arah kuratif, maka Puskesmas menjadi unit dari pelayanan Rumah sakit. Karena rumah sakit akan memiliki banyak sumberdaya manusia dan fasilitas medik. Tapi kalaulah Puskesmas ini menjadi lebih dominan dalam tugas promotif dan preventif maka tugas eksekutif bagi perawat harus-lah di giatkan, dan puskesmas menjadi bagian dari unit Dinas kesehatan, atau bagian tersendiri yang memiliki otonomi yang kuat dalam mengatur program-programnya sedang Dinas kesehatan hanya sebagai regulator, pemberi dana dan pengadaan petugas, untuk pelayanan kesehatan masyarakat diberikan kepada Puskesmas, atau pelayanan kesehatan dapat di tenderkan kepada pihak swasta.

Tenaga Perawat mestinya berani menunjukan eksistensinya secara formal dalam mengerjakan tugas pelayanan kesehehatan masyarakat, yang pada akhirnya masyarakat bawah yang sangat membutuhkan informasi dan advokasi kesehatan dapat dipenuhi. Kalau tugas ini dapat dilakukan oleh perawat sesuai dengan kewenangannya, saya yakin upaya kesehatan akan terpenuhi sampai ke tingkat bawah, dan masyarakat akan memberi kepercayaan pada petugas kesehatan sehingga ia akan berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan, karena ada penggerak untuk upaya-upaya kesehatan masyarakat.Dan saya yakin juga peogram desasiaga mestinya sudah berjlan sejak dulu kalau memang peran perawat secara formal di jalankan. Kalaupun ada program ini (desa siaga) mestinya yang dikedepankan adalah perawat bukan petugas kesehatan yang lain.

8 Juli 2009

Politik dan Kesehatan

Sebetulnya dua kata ini dalam upaya kesehatan masyarakat sangatlah penting, namun pada kampanye Pilpres kemarin, dua kata ini merupakan kata yang tersusun jauh dan tidak ada korelasinya. Sebuah bukti menunjukan di dalam setiap kampanye Capres atau cawapres jarang mengungkapkan issu-issu kesehatan sebagai upaya strategis untuk menarik masyarakat, kalaupun ada di dalam setiap kampanyenya hanya menyinggung kurang dari 10%. Sedang yang menjadi panglima issu Kampanye capres/cawapres adalah Ekonomi, pendidikan, hankam dan ketatanegaraan.

Pada satu debat cawapres tentang kesehatan dalam penayangan TV swasta, penilaian debat tersebut: Cawapres hampir semuanya tidak memahami kondisi kesehatan di Negara ini. Justru debat yang sangat menarik dan panas adanya di group milis, yang memperdebatkan posisi Menkes RI, bahakan seolah Capres/cawapres tidak begitu penting karena siapapun Persidennya kalau menkesnya tidak menguasai kondisi kesehatan di Indoneisa maka status kesehatan di Negeri ini tidak akan mengalami kemajuan.Konon menurut diskusi dalam group milis tersebut.

Lalu apa sebetulnya makna dari kedua kata tersebut diatas ? Sejarah menunjukan bahwa aksi kesehatan masyarakat pada hakekatnya adalah ekspresi dari sebuah idiologi politik. Dalam teori kesehatan, determinasi utama penentuan derajat kesehatan bersumber kepada masalah-masalah hulu. Kesehatan sendiri adalah masalah hilir. Derajat kesehatan lebih merupakan dampak dari suatu proses panjang yang dipengaruhi oleh keputusan politik. Keputusan kesehatan masyarakat diambil dari perjuangan kalangan legislative maupun pihak yang memiliki kewenangan memerintah. Contoh pada tahun 2006 di DKI Jakarta tentang larangan memelihara unggas di rumah-rumah penduduk, keputusan ini menjadikan perdebatan yang sangat sulit, yakni ada yang pro dan sebaliknya. Mengingat harus menimbang berbagai hal , baik dampak positif atau negatifnya.

Apa sebetulnya politik kesehatan itu ? Budiardjo (2007) mendefinisikan politik kesehatan adalah "..bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik (atau Negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu..." Pada dasarnay politik itu mempelajari tentang Negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan pembagian atau alokasi sumber daya manusia.
Kekuasaan adalah hal penting dalam politik. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sebuah kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain atau kelompok masyarakat lain. Untuk memenangkan sebuah idea atau kebijakan diperlukan kekuasaan. Kekuasaaan politik adalah seseorang yang dapat memepengaruhi kebijakan umum. Oleh karena itu derajat kesehatan masyarakat hendaknya diperjuangkan melalui system dan mekanisme politik

Untuk melakukan pendekatan atau menggunakan saluran politik dalam memenuhi cita-cita mensehatkan masyarakat diperlukan beberapa langkah sistemik. Langkah-langkah tersebut diperlukan pedoman yang disusun berdasarkan teori dan pengalaman. Tekhnik komunikasi politik juga harus di pahami.

Dari uraian tersebut diatas bahwa kesehatan berkaitan erat dengan politik, upaya-upaya kesehatan masyarakat dapat dilakukan apabila ada dukungan politik secara kuat. Dan untuk mendapatkan dukungan politik haruslah memiliki kekuasaan, sehingga dalam tingkatan daerah seorang Kepala dinas kesehatan sangat potensial untuk memajukan daerahnya yang terkait dalam upaya kesehatan. Namun apabila kekuasaan itu lebih dominan tarikannya terhadap kepentingan politik maka upaya kesehatan menjadikan komoditas untuk merebut atau mempertahankan kekuasan, yang pada akhirnya upaya hulu (meningkatkan derajat kesehatan masyarakat) akan terabaikan. Tapi sebaliknya bila seorang Kepala dinas memiliki ketrampilan politik dan komunikasi politik, maka ia akan memiliki kekuatan dalam membanguan upaya-upaya kesehatan masyarakat, dan pada akhirnya upaya hulu dan ilir menjadi sejalan.